Kamis, 02 Juni 2011

SISTEM KLIRING NASIONAL BANK INDONESIA


Saat ini di Indonesia terdapat 105 penyelenggara kliring lokal, baik yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia maupun pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia. Transaksi yang dapat diproses melalui sistem kliring meliputi transfer debet dan transfer kredit yang disertai dengan pertukaran fisik warkat, baik warkat debet (cek, bilyet giro, nota debet dan lain-lain) maupun warkat kredit. Khusus untuk transfer kredit, nilai transaksi yang dapat diproses melalui kliring dibatasi di bawah Rp100.000.000,00 sedangkan untuk nilai transaksi Rp100.000.000,00 ke atas harus dilakukan melalui Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (Sistem BIRTGS).

Dalam melaksanakan kegiatan kliring tersebut, digunakan 4 (empat) jenis sistem
yang berbeda yaitu :

a. Sistem Kliring Elektronik atau dikenal dengan SKEJ, digunakan di Jakarta;
b. Sistem Kliring Otomasi, digunakan di Surabaya, Medan dan Bandung;
c. Sistem Semi Otomasi Kliring Lokal atau dikenal dengan SOKL, digunakan di 33
wilayah kliring yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia dan 37 wilayah kliring
lainnya yang diselenggarakan oleh pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia;
serta
d. Sistem Manual (di 31 penyelenggara Non-BI).

Seiring dengan perkembangan teknologi informasi, kebutuhan efisiensi dalam penyelenggaraan kliringpun semakin meningkat. Dengan volume rata-rata harian + 300.000 lembar transaksi, penggunaan warkat kredit untuk transfer dana antar bank melalui kliring menjadi salah satu issues yang perlu dicermati khususnya terkait dengan biaya pencetakan warkat dan prosedur pemrosesan warkat itu sendiri. Di pihak lain, transfer kredit antar bank melalui Sistem BI-RTGS, telah dilakukan secara paperless. Selain itu, keragaman sistem kliring yang digunakan saat ini dan keterbatasan cakupan wilayah dalam melaksanakan transfer kredit antar bank melalui kliring masih bersifat lokal (hanya mencakup transfer antar bank yang ada di wilayah kliring setempat), sehingga transfer dana antar bank keluar wilayah kliring harus dilakukan bank sendiri melalui mekanisme yang lain.

Dari sisi pengelolaan risiko dalam penyelenggaraan kliring yang bersifat multilateral netting, saat ini belum ada suatu mekanisme untuk mengantisipasi kemungkinan kegagalan peserta dalam memenuhi kewajibannya pada penyelesaian akhir atas hasil kliring. Terkait dengan hal tersebut, sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan system pembayaran yang efisien, cepat, aman dan handal maka Bank Indonesia menerapkan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) yang dapat mengakomodir transfer kredit antar Bank ke seluruh wilayah Indonesia tanpa kewajiban melakukan pertukaran fisik warkat (paperless) serta dalam kaitannya untuk mengurangi risiko Bank Indonesia sebagai penyelenggara kliring diterapkan mekanisme Failure to
Settle (FtS). Mengingat SKNBI akan menggantikan sistem kliring yang saat ini digunakan di 105 penyelenggara kliring di Indonesia, maka penerapannya akan dilaksanakan secara bertahap. Untuk tahap awal, SKNBI telah diterapkan di Jakarta pada tanggal 29 Juli 2005.

TUJUAN DAN MANFAAT

Tujuan diterapkannya SKNBI pada penyelenggaraan kliring di Indonesia adalah untuk meningkatkan efisiensi sistem pembayaran ritel serta memenuhi prinsip-prinsip manajemen risiko dalam penyelenggaraan kliring. Adapun manfaat yang diperoleh dengan diterapkannya SKNBI adalah sebagai berikut :

1. Bagi Bank Indonesia

a. Efisiensi waktu dan biaya, khususnya dalam hal :
1) operasional kliring dengan ditiadakannya fisik warkat kredit;
2) maintenance aplikasi kliring dengan digunakannya sistem yang
terintegrasi di seluruh wilayah kliring.
b. Tersedianya jangkauan transfer antar bank melalui kliring yang lebih luas
dengan diakomodirnya kliring antar wilayah untuk transfer kredit.
c. Memenuhi prinsip-prinsip manajemen risiko dalam penyelenggaraan kliring
yang bersifat multilateral netting sesuai dengan Core Principles yang
dikeluarkan oleh Bank for International Settlement (BIS).

2. Bagi Bank
TUJUAN DAN MANFAAT
a. Efisiensi biaya operasional bank dalam pencetakan dan proses administrasi
warkat kredit.
b. Semakin luasnya jangkauan layanan bank kepada nasabah.

PENGERTIAN

Yang dimaksud dengan Kliring dan SKNBI adalah sebagai berikut :
1. Kliring adalah pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) antar
peserta kliring baik atas nama peserta maupun atas nama nasabah peserta yang
perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu.
2. SKNBI adalah sistem kliring Bank Indonesia yang meliputi kliring debet dan kliring
kredit yang penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional.

KARATERISTIK

P e n y e l e n g g a r a
SKNBI diselenggarakan oleh :
a. Penyelenggara Kliring Nasional (PKN), yaitu unit kerja di Kantor Pusat Bank
Indonesia yang bertugas mengelola dan menyelenggarakan SKNBI secara
nasional; dan
b. Penyelenggara Kliring Lokal (PKL), yaitu unit kerja di Bank Indonesia dan Bank
yang memperoleh persetujuan Bank Indonesia untuk mengelola dan
menyelenggarakan SKNBI di suatu wilayah kliring tertentu.

P e s e r t a
Setiap Bank dapat menjadi peserta dalam penyelenggaraan SKNBI di suatu wilayah kliring, dengan persyaratan sebagai berikut :
1. Telah memperoleh izin usaha atau izin pembukaan kantor dari Bank Indonesia.
2. Lokasi kantor Bank memungkinkan kantor Bank tersebut untuk mengikuti
penyelenggaraan SKNBI di lokasi PKL secara tertib sesuai jadwal yang ditetapkan.
3. Bank telah menandatangani perjanjian penggunaan SKNBI antara Bank Indonesia
dan Bank sebagai peserta.
4. Kantor Bank yang akan menjadi peserta menyediakan perangkat kliring, antara
lain meliputi perangkat TPK dan jaringan komunikasi data baik main maupun
backup.

P e n y e l e n g g a r a a n
Penyelenggaraan SKNBI terdiri dari 2 (dua) sub sistem, yaitu :
PENGERTIANKARATERISTIK
1. Kliring Debet
a. Meliputi kegiatan kliring penyerahan dan kliring pengembalian, digunakan
untuk transfer debet antar Bank yang disertai dengan penyampaian fisik
warkat debet (cek, bilyet giro, nota debet dan lain-lain).
b. Penyelenggaan kliring debet dilakukan secara lokal di setiap wilayah kliring
oleh PKL.
c. PKL akan melakukan perhitungan kliring debet berdasarkan DKE debet yang
dikirim oleh peserta.
d. Hasil perhitungan kliring debet secara lokal tersebut selanjutnya dikirim ke
Sistem Sentral Kliring (SSK) untuk diperhitungkan secara nasional oleh PKN.
2. Kliring Kredit
a. Digunakan untuk transfer kredit antar bank tanpa disertai penyampaian fisik
warkat (paperless).
b. Penyelenggaraan kliring kredit dilakukan secara nasional oleh PKN.
c. Perhitungan kliring kredit dilakukan oleh PKN atas dasar DKE kredit yang
dikirim peserta.

B a t a s a n N o m i n a l
Batas nilai nominal dalam SKNBI adalah sebagai berikut :

1. Transfer kredit antar bank yang dapat dikliringkan dalam kliring kredit adalah di
bawah Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
2. Nilai nominal warkat debet tidak dibatasi kecuali untuk warkat debet yang
berupa nota debet, yaitu setinggi-tingginya Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)
per nota debet. Pembatasan nilai nominal pada nota debet tidak berlaku apabila
nota debet diterbitkan oleh Bank Indonesia dan ditujukan kepada Bank atau
nasabah Bank.

P e n y e d i a a n P e n d a n a a n A w a l ( p r e f u n d )
Dengan diterapkannya mekanisme FtS, maka sebelum mengikuti kliring debet dan kliring kredit, Bank wajib menyediakan prefund yang dimaksudkan untuk mengantisipasi pemenuhan potensi kewajiban dari seluruh kantor Bank yang menjadi peserta pada penyelenggaraan kliring debet dan kliring kredit, dengan ketentuan sebagai berikut :

1. Prefund kliring debet dan prefund kliring kredit dilakukan secara terpisah.
2. Batas minimum prefund :
a. Kliring Debet, tagihan debet (incoming debet) harian terbesar selama 12
(dua belas) bulan terakhir dengan mengeluarkan data “outlier”.
b. Kliring Kredit, minimal nilai nominal Rp1,00 (satu rupiah).
3. Jenis prefund :
a. Kliring Debet, dana tunai (cash prefund) dan atau agunan (collateral prefund).
Jenis agunan dapat berupa Sertifikat Bank Indonesia (SBI)/Sertifikat Wadiah
Bank Indonesia (SWBI), Surat Utang Negara (SUN) dan atau surat berharga
atau tagihan lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
b. Kliring Kredit, hanya dalam bentuk dana tunai (cash prefund).
4. Batas waktu penyediaan prefund adalah pukul 08.00 WIB.
5. Dalam hal Bank tidak melakukan penyediaan salah satu atau kedua jenis prefund
maka Bank tidak dapat mengikuti kliring debet dan kliring kredit.
6. Sebelum melakukan perhitungan akhir hasil kliring, SSK akan melakukan simulasi
perhitungan FtS baik untuk kliring debet maupun kliring kredit .

K o m p o n e n U t a m a

SKNBI terdiri dari 3 (tiga) komponen utama sebagai berikut :
1. Sistem Sentral Kliring (SSK) merupakan komponen perangkat keras dan
perangkat lunak yang digunakan oleh PKN.
2. Komputer Penyelenggara Kliring (KPK) merupakan komponen perangkat keras
dan perangkat lunak yang digunakan oleh PKL.
3. Terminal Peserta Kliring (TPK) merupakan komponen perangkat keras dan
perangkat lunak yang digunakan oleh peserta.

J a r i n g a n K o m u n i k a s i D a t a

Seluruh KPK wajib terhubung dengan SSK melalui Jaringan Komunikasi Data (JKD) yang dapat berupa leased line atau dial up. Sedangkan untuk TPK, setiap Bank wajib memiliki 1 (satu) TPK yang terhubung dengan SSK.

P e n g i r i m a n D K E

Pengiriman DKE dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Untuk TPK yang terhubung dengan SSK (TPK online), pengiriman DKE dilakukan
melalui JKD; sedangkan
2. Untuk TPK yang tidak terhubung dengan SSK (TPK offline), pengiriman DKE
dilakukan dengan mengunakan media rekam data elektronis (disket, flashdisk,
atau CD) yang disampaikan kepada PKL.

D o n w l o a d D K E d a n L a p o r a n
Untuk kepentingan pembukuan hasil kliring ke rekening nasabah, peserta dapat
memperoleh DKE inward dan laporan hasil kliring. Untuk memperoleh DKE inward
dan laporan hasil kliring tersebut dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Untuk TPK online, peserta dapat men-download DKE inward dan laporan hasil
kliring dari SSK; sedangkan
2. Untuk TPK offline, peserta hanya dapat memperoleh DKE inward dari PKL dengan
menggunakan media rekam data elektronis (disket, flashdisk, atau CD) sedangkan
laporan hasil kliring akan diberikan dalam bentuk hardcopy.

JADWAL KLIRING
Dalam rangka memberikan keleluasaan kepada pelaku ekonomi di seluruh Indonesia yang terdiri dari 3 (tiga) zona waktu untuk dapat melakukan transfer kredit dengan lancar, maka kliring kredit dilaksanakan dalam 2 (dua) siklus kliring. Pengiriman DKE kredit pada siklus pertama dilakukan mulai pukul 08.15 s.d. 11.30 WIB sedangkan
pengiriman DKE kredit pada siklus kedua dilakukan mulai pukul 12.45 WIB s.d. 15.30
WIB. Untuk kliring debet pengiriman DKE debet ditetapkan oleh masing-masing PKL
dengan batas maksimal pengiriman hasil perhitungan kliring lokal ke SSK pada pukul
15.30 WIB.

Secara umum mekanisme kliring debet adalah sebagai berikut :
1. Sebelum kegiatan kliring debet dimulai, Bank wajib menyediakan prefund.
2. Peserta membuat DKE debet berdasarkan warkat debet yang akan dikliringkan.
3. Mengirimkan DKE debet dan warkat debet ke PKL. Pengiriman DKE debet dapat
dilakukan secara online maupun offline tergantung dengan jenis TPK yang
digunakan oleh peserta.
4. Selanjutnya PKL akan melakukan penggabungan dan perekaman atas DKE debet
yang telah lolos validasi. Sementara untuk warkat debet akan dipilah berdasarkan
bank tertuju :
a. secara otomasi dengan menggunakan mesin reader sorter berteknologi
image, bagi PKL yang telah menerapkan sistem pilah warkat otomasi; atau
b. secara manual oleh masing-masing peserta di lokasi PKL, bagi PKL yang belum
menerapkan sistem pilah warkat otomasi.
5. Atas dasar DKE debet yang diterima, PKL akan melakukan perhitungan kliring
debet.
6. PKL mengirimkan hasil perhitungan kliring debet lokal ke SSK.
7. Mencetak laporan hasil kliring debet untuk selajutnya didistribusikan kepada
seluruh peserta bersamaan dengan warkat debet.
8. Setelah hasil perhitungan kliring debet lokal dari seluruh penyelenggara kliring di
terima oleh SSK, akan dilakukan perhitungkan kliring debet secara nasional.
9. Selanjutnya SSK melakukan simulasi FtS.
10. Apabila hasil perhitungan kliring debet nasional,

a. Bank “menang kliring (posisi kredit)”, seluruh cash prefund yang telah
disediakan dikredit kembali ke rekening giro Bank bersamaan dengan
pengkreditan hasil kliring yang bersangkutan.
b. Bank “kalah kliring (posisi debet)”, sistem secara otomatis akan melakukan
penyelesaian atas kewajiban Bank tersebut dengan urutan sebagai berikut :
_ Pertama-tama sistem akan menggunakan cash prefund yang telah
disediakan Bank;
_ Apabila kewajiban Bank masih lebih besar dari cash prefund, maka
kekurangannya akan dipenuhi dari dana yang tersedia pada rekening giro
Bank;
_ Apabila kewajiban Bank masih lebih besar dari cash prefund’ dan saldo
pada rekening giro, maka atas kekurangan saldo rekening giro Bank
tersebut sistem akan menggunakan Fasilitas Likuiditas Intrahari Kliring
(FLI-Kliring) atau Fasilitas Likuiditas Intrahari Syariah Kliring (FLIS-Kliring)
berdasarkan collateral prefund yang disediakan oleh Bank.
_ Apabila kekurangan saldo rekening giro Bank masih belum dapat ditutup
dengan FLI-Kliring/FLIS-Kliring, maka kekurangan tersebut ditutup dengan
surat berharga Bank yang ada pada rekening FLI-RTGS/FLIS-RTGS.
_ Pelunasan FLI-Kliring/FLIS-Kliring dan FLI-RTGS/FLIS-RTGS harus dilakukan
sebelum tutup Sistem BI-RTGS.
_ Apabila sampai dengan akhir hari FLI-Kliring/FLIS-Kliring belum dapat
dilunasi maka akan menjadi Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) atau
Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah (FPJPS).

11. Setelah proses kliring debet selesai, peserta dapat memperoleh DKE inward
dengan cara men-download dari SSK atau dari KPK melalui media rekam data
elektronis (disket, flashdisk, atau CD).

1. Sebelum kegiatan kliring kredit dimulai, Bank wajib menyediakan prefund .
2. Peserta membuat DKE kredit berdasarkan aplikasi transfer.
3. Mengirimkan DKE kredit ke SSK.
Pengiriman DKE kredit dapat dilakukan secara online maupun offline tergantung
dengan jenis TPK yang digunakan oleh peserta.
4. Untuk peserta yang menggunakan TPK offline, penyampaian DKE kredit
dilakukan dengan menggunakan media rekam data elektronis (disket, flashdisk
atau CD) yang diserahkan ke PKL dan selanjutnya DKE tersebut oleh PKL dikirim
ke SSK.
5. SSK akan melakukan penggabungan dan perekaman seluruh DKE kredit yang
diterima.
6. Atas dasar DKE kredit yang diterima, SSK melakukan perhitungan kliring kredit
secara nasional.
7. Selanjutnya SSK melakukan simulasi FtS. Apabila hasil simulasi FtS tersebut
menunjukkan nilai negatif, maka Bank dapat menambahkan kekurangan atas
prefund sampai dengan batas waktu yang ditetapkan.
8. Setelah batas akhir penambahan prefund, SSK melakukan perhitungan hasil
kliring kredit nasional. Hasil perhitungan tersebut akan dibukukan ke rekening
giro Bank di Sistem BI-RTGS.
9. Setelah SSK selesai melakukan proses perhitungan kliring kredit secara nasional,
KPK dapat men-donwload DKE inward dan laporan hasil kliring kredit dari SSK.
10. PKL akan mendistribusikan DKE inward dalam bentuk media rekam data
elektronis (disket, flashdisk atau CD) dan laporan hasil kliring kredit kepada
peserta yang menggunakan jenis TPK offline.
11. Setelah SSK selesai melakukan proses perhitungan kliring kredit secara nasional,
peserta dengan menggunakan TPK online dapat men-donwload DKE inward dan
laporan hasil kliring kredit dari SSK.

BIAYA KLIRING
Dalam penyelenggaraan SKNBI, Bank Indonesia mengenakan biaya proses kepada peserta yang besarnya adalah sebagai berikut :
1. Kliring Debet
a. Biaya proses kliring debet untuk wilayah kliring yang pemilahan warkat
debetnya dilakukan secara otomasi sebesar Rp1.500,00 (seribu lima ratus
rupiah) per transaksi dengan rincian Rp1.000,00 (seribu rupiah) untuk proses
DKE debet dan Rp500,00 (lima ratus rupiah) untuk proses warkat debet.
Biaya proses kliring debet untuk wilayah kliring yang pemilahan warkat debetnya
dilakukan secara manual sebesar Rp1.000,00 per transaksi yang merupakan biaya
proses DKE Debet.
2. Kliring Kredit
Biaya proses kliring kredit sebesar Rp1.000,00 (seribu rupiah) per transaksi.
AYA KLIRING

Sumber: Bank Indonesia

PROGRAM PENGUATAN STRUKTUR PERBANKAN NASIONAL

“Menciptakan struktur perbankan domestik yang sehat yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dan mendorong pembangunan ekonomi nasional yang berkesinambungan”

Program ini bertujuan untuk memperkuat permodalan bank umum (konvensional dan syariah) dalam rangka meningkatkan kemampuan bank mengelola usaha maupun risiko, mengembangkan teknologi informasi, maupun meningkatkan skala usahanya guna mendukung peningkatan kapasitas pertumbuhan kredit perbankan. Implementasi program penguatan permodalan bank dilaksanakan secara bertahap. Upaya peningkatan modal bank-bank tersebut dapat dilakukan dengan membuat business plan yang memuat target waktu, cara dan tahap pencapaian.

Cara pencapaiannya melalui:

Penambahan modal baru baik dari shareholder lama maupun investor baru;
Merger dengan bank (atau beberapa bank) lain untuk mencapai persyaratan modal minimum baru;
Penerbitan saham baru atau secondary offering di pasar modal;
Penerbitan subordinated loan
Dalam waktu sepuluh sampai limabelas tahun ke depan program peningkatan permodalan tersebut diharapkan akan mengarah pada terciptanya struktur perbankan yang lebih optimal, yaitu terdapatnya:

2 sampai 3 bank yang mengarah kepada bank internasional dengan kapasitas dan kemampuan untuk beroperasi di wilayah internasional serta memiliki modal di atas Rp50 triliun;
3 sampai 5 bank nasional yang memiliki cakupan usaha yang sangat luas dan beroperasi secara nasional serta memiliki modal antara Rp10 triliun sampai dengan Rp50 triliun;
30 sampai 50 bank yang kegiatan usahanya terfokus pada segmen usaha tertentu sesuai dengan kapabilitas dan kompetensi masing-masing bank. Bank-bank tersebut memiliki modal antara Rp100 miliar sampai dengan Rp10 triliun;
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan bank dengan kegiatan usaha terbatas yang memiliki modal di bawah Rp100 miliar.

1

Memperkuat permodalan Bank





a.

Meningkatkan persyaratan modal inti minimum bagi bank umum konvensional maupun syariah (termasuk BPD) menjadi Rp80 miliar

2007



b.

Meningkatkan persyaratan modal inti minimum bagi bank umum konvensional maupun syariah (termasuk BPD) menjadi Rp100 miliar

2010



c.

Mempertahankan persyaratan modal disetor minimum Rp3 triliun untuk pendirian bank umum konvensional sampai dengan 1 Januari 2011

2004-2010



d.

Menetapkan persyaratan modal disetor minimum Rp1 triliun untuk pendirian bank umum syariah

2005



e.

Menetapkan persyaratan modal sebesar Rp500 miliar bagi bank umum syariah yang berasal dari spin off Unit Usaha Syariah.

2006



f.

Mempercepat batas waktu pemenuhan persyaratan minimum modal disetor BPR yang semula tahun 2010 menjadi tahun 2008

2008

2

Memperkuat daya saing dan kelembagaan BPR dan BPRS.





a.

Meningkatkan linkage program antara bank umum dengan BPR

2007



b.

Implementasi program aliansi strategis lembaga keuangan syariah dengan BPRS melalui kemitraan strategis dalam rangka pengembangan UMKM

2007



c.

Mendorong pendirian BPR dan BPRS di luar Pulau Jawa dan Bali

2006-2007



d.

Mempermudah pembukaan kantor cabang BPR dan BPRS bagi yang telah memenuhi persyaratan

2004-2006



e.

Memfasilitasi pembentukan fasilitas jasa bersama untuk BPR dan BPRS (termasuk Lembaga APEX )

2006-2007

3

Meningkatkan akses kredit dan pembiayaan UMKM





a.

Memfasilitasi pembentukan dan monitoring skim penjaminan kredit dan pembiayaan

2004-2007



b.

Mendorong perbankan untuk meningkatkan pembiayaan kepada UMKM khususnya bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah dan di daerah perdesaan

2004-2009



c.

Meningkatkan akses pembiayaan syariah bagi UMKM dengan pengembangan skema jaminan bagi pembiayaan syariah

2010



d.

Mendorong bank-bank syariah untuk meningkatkan porsi pembiayaan berbasis bagi hasil

2010



Sumber : http://www.bi.go.id

KEDUDUKAN BANK INDONESIA SEBAGAI LEMBAGA NEGARA

Dilhat dari sistem ketatanegaraan Republik Indonesia, kedudukan BI sebagai lembaga negara yang independen tidak sejajar dengan lembaga tinggi negara seperti Dewan Perwakilan Rakyat, Badan Pemeriksa Keuangan, dan Mahkamah Agung. Kedudukan BI juga tidak sama dengan Departemen karena kedudukan BI berada di luar pemerintahan. Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar BI dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai Otoritas Moneter secara lebih efektif dan efisien. Meskipun BI berkedudukan sebagai lembaga negara independen, dalam melaksanakan tugasnya, BI mempunyai hubungan kerja dan koordinasi yang baik dengan DPR, BPK, Pemerintah dan pihak lainnya.

Dalam hubungannya dengan Presiden dan DPR, BI setiap awal tahun anggaran menyampaikan informasi tertulis mengenai evaluasi pelaksanaan kebijakan moneter dan rencana kebijakan moneter yang akan datang. Khusus kepada DPR, pelaksanaan tugas dan wewenang setiap triwulan dan sewaktu-waktu bila diminta oleh DPR. Selain itu, BI menyampaikan rencana dan realiasasi anggaran tahunan kepada Pemerintah dan DPR. Dalam hubungannya dengan BPK, BI wajib menyampaikan laporan keuangan tahunan kepada BPK.

:: Hubungan BI dengan Pemerintah : Hubungan Keuangan

Dalam hal hubungan keuangan dengan Pemerintah, Bank Indonesia membantu menerbitkan dan menempatkan surat-surat hutang negara guna membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tanpa diperbolehkan membeli sendiri surat-surat hutang negara tersebut.

Bank Indonesia juga bertindak sebagai kasir Pemerintah yang menatausahakan rekening Pemerintah di Bank Indonesia, dan atas permintaan Pemerintah, dapat menerima pinjaman luar negeri untuk dan atas nama Pemerintah Indonesia.

Namun demikian, agar pelaksanaan tugas Bank Indonesia benar-benar terfokus serta agar efektivitas pengendalian moneter tidak terganggu, pemberian kredit kepada Pemerintah guna mengatasi deficit spending – yang selama ini dilakukan oleh Bank Indonesia berdasarkan undang-undang yang lama – kini tidak dapat lagi dilakukan oleh Bank Indonesia.

:: Hubungan BI dengan Pemerintah : Independensi dalam Interdependensi

Meskipun Bank Indonesia merupakan lembaga negara yang independen, tetap diperlukan koordinasi yang bersifat konsultatif dengan Pemerintah, sebab tugas-tugas Bank Indonesia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan-kebijakan ekonomi nasional secara keseluruhan.

Koordinasi di antara Bank Indonesia dan Pemerintah diperlukan pada sidang kabinet yang membahas masalah ekonomi, perbankan dan keuangan yang berkaitan dengan tugas-tugas Bank Indonesia. Dalam sidang kabinet tersebut Pemerintah dapat meminta pendapat Bank Indonesia.

Selain itu, Bank Indonesia juga dapat memberikan masukan, pendapat serta pertimbangan kepada Pemerintah mengenai Rancangan APBN serta kebijakan-kebijakan lain yang berkaitan dengan tugas dan wewenangnya.

Di lain pihak, Pemerintah juga dapat menghadiri Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia dengan hak bicara tetapi tanpa hak suara. Oleh sebab itu, implementasi independensi justru sangat dipengaruhi oleh kemantapan hubungan kerja yang proporsional di antara Bank Indonesia di satu pihak dan Pemerintah serta lembaga-lembaga terkait lainnya di lain pihak, dengan tetap berlandaskan pembagian tugas dan wewenang masing-masing.



Sumber : http://www.bi.go.id

HUBUNGAN KERJASAMA INTERNASIONAL YANG DILAKUKAN BANK INDONESIA

BI menjalin hubungan kerjasama dengan lembaga internasional yang diperlukan dalam rangka menunjang kelancaran pelaksanaan tugas Bank Indonesia maupun Pemerintah yang berhubungan dengan ekonomi, moneter, maupun perbankan. BI menjalin kerjasama internasional meliputi bidang-bidang :

Investasi bersama untuk kestabilan pasar valuta asing
Penyelesaian transaksi lintas negara
Hubungan koresponden
Tukar-menukar informasi mengenai hal-hal yang terkait dengan tugas-tugas selaku bank sentral
Pelatihan/penelitian di bidang moneter dan sistem pembayaran.
Keanggotaan Bank Indonesia di beberapa lembaga dan forum internasional atas nama Bank Indonesia sendiri antara lain :

The South East Asian Central Banks Research and Training Centre (SEACEN Centre)
The South East Asian, New Zealand and Australia Forum of Banking Supervision (SEANZA)
The Executive’ Meeting of East Asian and Pacific Central Banks (EMEAP)
ASEAN Central Bank Forum (ACBF)
Bank for International Settlement (BIS)
Keanggotaan Bank Indonesia mewakili pemerintah Republik Indonesia antara lain :

Association of South East Asian Nations (ASEAN)
ASEAN+3 (ASEAN + Cina, Jepang dan Korea)
Asia Pacific Economic Cooperation (APEC)
Manila Framework Group (MFG)
Asia-Europe Meeting (ASEM)
Islamic Development Bank (IDB)
International Monetary Fund (IMF)
World Bank, termasuk keanggotaan di Intenational Bank of Reconstruction and Development (IBRD), International Development Association (IDA) dan International Finance Cooperatioan (IFC), serta Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA)
World Trade Organization (WTO)
Intergovernmental Group of 20 (G20)
Intergovernmental Group of 15 (G15, sebagai observer)
Intergovernmental Group of 24 (G24, sebagai observer)


Sumber : http://www.bi.go.id

Perkembangan Teknologi Komputer di Perbankan

Semakin majunya teknologi di dunia transaksi perbankanpun mulai mengunakan teknologi berbasis komputer untuk mempermudah transaksi dengan nasabah. yang tadinya melayani nasabah dengan harus bertemu / nasabah datang ke cabang2 bank yang disediakan oleh bank yang dia gunakan untuk menabung/infertasi menjadi lebih mudah karena bank mulai mengunakan teknoligi berbasis komputer dan sekarang sudah bisa mengakses lewat internet bahkan dengan mobile “HP” dengan SMS sudah banyak diterapkan bank.



Dalam dunia perbankan, perkembangan teknologi informasi membuat para perusahaan mengubah strategi bisnis dengan menempatkan teknologi sebagai unsur utama dalam proses

inovasi produk dan jasa seperti :

- Adanya transaksi berupa Transfer uang via mobile maupun via teller.

- Adanya ATM ( Auto Teller Machine ) pengambilan uang secara cash secara 24 jam.

- Penggunaan Database di bank – bank.

- Sinkronisasi data – data pada Kantor Cabang dengan Kantor Pusat Bank.



Dengan adanya jaringan computer hubungan atau komunikasi kita dengan klien jadi lebih hemat, efisien dan cepat. Contohnya : email, teleconference. Sedangkan di rumah dapat berkomunikasi dengan pengguna lain untuk menjalin silaturahmi (chatting), dan sebagai hiburan dapat digunakan untuk bermain game online, sharing file. Apabila kita mempunyai lebih dari satu komputer, kita bisa terhubung dengan internet melalui satu jaringan. Contohnya seperti di warnet atau rumah yang memiliki banyak kamar dan terdapat setiap komputer di dalamnya.

Pada dunia perbankan, perkembangan teknologi informasi membuat para perusahaan mengubah strategi bisnis dengan menempatkan teknologi sebagai unsur utama dalam proses inovasi produk dan jasa. Seperti halnya pelayanan electronic transaction (e-banking) melalui ATM, phone banking dan Internet Banking misalnya, merupakan bentuk-bentuk baru dari pelayanan bank yang mengubah pelayanan transaksi manual menjadi pelayanan transaksi yang berdasarkan teknologi.

Kriteria Pemilihan Teknologi Perangkat Lunak Perbankan

Lembaga keuangan di Indonesia, termasuk bank, sudah lebih cepat dan intensif dibandingkan sector atau jenis industri lainnya dalam menerapkan teknologi computer dalam memberikan pelayanannya ke nasabah. Jasa-jas ini meliputi pembayaran komputerisasi (pemindahan dana melalui computer dengan fasilitas jaringan komunikasi datanya); jasa penyetoran dan pengambilan dana secara otomatis melalui ATM atau berbagai jenis kartu plastic; homebanking dan internet banking serta fasilitas pelayanan lainnya. Beberapa contoh jenis teknologi computer tersebut diantaranya mesin Automated Teller Machine (ATM), berbagai jenis kartu kredit, Point of sales (POS), electronic fund transfer system, dan otomatisasi kliring.

Fungsi teknologi informasi (TI) telah mengalami perubahan dan perkembangan pesat pada decade terakhir ini. Fungsi TI yang semakin khusus mendorong setiap bank untuk membentuk bagian, departemen, atau unit kerja khusus tersendiri. Walaupun struktur tersebut tergantung pada berbagai factor misalnya skla bisnis dan beban kerja, tetapi unit kerja tersebut mencerminkan 2 aspek kegiatan yaitu aspek pengembangan teknologi dan aspek operasionalnya.

Fasilitas pengolahan data yang tersedia di bank saat ini merupakan hasil kemajuan teknologi dan kebutuhan untuk menjalankan operasi secara sistematis dan baik sesuai dengan aliran masuk dan keluar dana bank. Fasilitas tersebut berfungsi untuk menangani, memilih, menghitung, menyusun, melaporkan, dan mengirimkan informasi. Jadi penggunaan TI di bank dimaksud adalah untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pengelolaan data kegiatan usaha perbankan sehingga dapat memberikan hasil yang akurat, benar, tepat waktu, dan dapat menjamin kerahasiaan informasi (sesuai peraturan Bank Indonesia).

Fungsi TSI yang tepat tidak terlepas dari criteria pemilihan jenis teknologi yang akan digunakan oleh bank. Sistem aplikasi computer yang digunakan di bidang perbankan harus bisa mengakomodasikan semua kebutuhan bank dan sesuai dengan ketentuan otoritas moneter (salam hal ini adalah Bank Indonesia). Hal ini memerlukan pemilihan software computer mengingat jenis software yang ada dan ditawarkan di pasar relative banyak. Secara umum pemilihan ini berdasarkan kesesuaian antara kapasita bank dengan fasilitas atau kemampuan software yang akan dipilih sehingga investasi yang telah dikeluarkan benar-benar efektif dan memberikan nilai tambah terhadap bank.

Sebagai contoh, Bank yang kapasitasnya relative kecil, misalnya Bank Perkreditan Rakyat atau BPR kurang relevan bila menggunakan system aplikasi computer yang menyediakan fasilitas transaksi dalam valuta asing atau pengelolaan giro. Hal ini menginbgat bahwa BPR tidak boleh melakukan transaksi dalam valuta asing dan tidak ikut dalam lalu lintas pembayaran giral. Penggunaan software tersebut menjadi tidak efisien dan biaya investasinya lebih besar dibandingkan dengan nilai tambah yang dihasilkannya.

Kriteria pemilihan software computer perbankan yang baik sesuai dengan kebutuhan bank secara umum berdasarkan pertimbangan-pertimbangan berikut:

1. Kemampuan dokumentasi atau Penyimpanan Data

Jenis dan klasifikasi data bank yang relative banyak harus bisa ditampung oleh software yang akan digunakan, termasuk pertimbangan segi keamanan datanya. Jumlah nasabah serta frekuensi dan jumlah transaksi harian yang besar memerlukan memory computer yang besar, selain memerlukan kecepatan prosesor yang tinggi juga. Sebagai contoh BPR kurang efisien jika menggunakan mesin besar, misalnya AS/400 dalm operasionalnya karena kapasitas dan cakupan geografis BPR biasanya relative kecil.

2. Keluwesan (Flexibility)

Operasional bank selalu berkembang dengan kebutuhan yang berubah-ubah dan mungkin bertambah di kemudian hari walaupun informasi dasarnya tetap sama. Kondisi ini harus bisa diantisipasi oleh perangkat lunak computer sampai batas-batas tertentu. Setiap bank mempunyai system dan prosedur yang mungkin berbeda meskipun data atau informasi dasar yang diolahnya sama. Perangkat lunak computer yang fleksibel dapat digunakan oleh dua bank yang kapasitasnya sama tetapi system dan prosedurnya berbeda.

3. Sistem Keamanan

Sebagai lembaga kepercayaan masyarakat (agent of trusth), bank memerlukan system keamanan yang handal untuk menjaga kerahasiaan data atau keuangan nasabah; serta mencegah penyalahgunaan data atau keuangan oleh pihak lain yang tidak bertanggung jawab. Software computer perbankan yang baik harus menyediakan fasilitas pengendalian dan pengamanan tersebut.

4. Kemudahan penggunaan (user friendly)

Pengertian mudah dioperasikan bukan berarti setiap pemakai (user) bisa mengakses ke software tersebut tetapi petugas yang memang mempunyai kewenangan mudah mengoperasikan proses yang menjadi tanggung jawabnya. Tahap input, proses, dan output yang dilakukan pada software tersebut tidak menjadi penghambat dalam kegiatan perbankan secara keseluruhan. System aplikasi computer yang baik bahkan dapat mendeteksi kesalahan pengoperasian yaitu dengan memberikan error message dan memberikan petunjuk pemecahan masalahnya.

5. Sistem Pelaporan (Reporting system)

Data atau informasi yang dibutuhkan harus bisa disajikan dalam bentuk yang jelas dan mudah dimengerti. Bank memerlukan laporan-laporan yang lengkap dan jelas tersebut terutama dalam proses pemeriksaan (audit) atau penyajian laporan yang bisa dimengerti oleh pihak-pihak yang berkempentingan dengan harapan keuangan setiap bank menjadi lebih transparan dan bisa dipertanggungjawabkan.

6. Aspek Pemeliharaan

Kinerja software perbankan diharapkan relative stabil selama bank beroperasi. Kondisi ini memerlukan aspek pemeliharaaan yang baik, dalam arti secara teknis tidak sulit dilakukan dan tidak membutuhkan biaya yang relative mahal. Pemeliharaan ini juga menyangkut pergantian atau perbaikan teknis peralatan dan modifikasi atau pengembangan software.

7. Source Code

Software perbankan biasanya merupakan program paket yang sudah di-compile sehingga menjadi excecutable file. File program tersebut relative tidak bisa dirubah atau dimodifikasi seandainya bank menginginkan perubahan atau fasilitas tambahan dari software tersebut. Kondisi ini bisa diatasi jika pihak bank mempunyai dan memahami software tersevut dalam bentuk bahasa pemrograman aslinya atau source code.

Tingkat Kesehatan Bank

Pengertian Tingkat Kesehatan Bank

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa bank yang sehat adalah bank yang dapat menjalankan fungsi-fungsinya dengan baik. Dengan kata lain, bank yang sehat adalah bank yang dapat menjaga dan memelihara kepercayaan masyarakat, dapat menjalankan fungsi intermediasi, dapat membantu kelancaran lalu lintas pembayaran serta dapat digunakan oleh pemerintah dalam melaksanakan berbagai kebijakannya, terutama kebijakan moneter. Dengan menjalankan fungsi-fungsi tersebut diharapkan dapat memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat serta bermanfaat bagi perekonomian secara keseluruhan.

Untuk dapat menjalankan fungsinya dengan baik, bank harus mempunyai modal yang cukup, menjaga kualitas asetnya dengan baik, dikelola dengan baik dan dioperasikan berdasarkan prinsip kehati-hatian, menghasilkan keuntungan yang cukup untuk mempertahankan kelangsungan usahanya, serta memelihara likuiditasnya sehingga dapat memenuhi kewajibannya setiap saat. Selain itu, suatu bank harus senantiasa memenuhi berbagai ketentuan dan aturan yang telah ditetapkan, yang pada dasarnya berupa berbagai ketentuan yang mengacu pada prinsip-prinsip kehati-hatian di bidang perbankan.

Penilaian Tingkat Kesehatan Bank

Penilaian tingkat kesehatan bank di Indonesia sampai saat ini secara garis besar didasarkan pada faktor CAMEL (Capital, Assets Quality, Management, Earning dan Liquidity). Seiring dengan penerapan risk based supervision, penilaian tingkat kesehatan juga memerlukan penyempurnaan. Saat ini BI tengah mempersiapkan penyempurnaan sistem penilaian bank yang baru, yang memperhitungkan sensitivity to market risk atau risiko pasar. Dengan demikian faktor-faktor yang diperhitungkan dalam system baru ini nantinya adalah CAMEL. Kelima faktor tersebut memang merupakan faktor yang menentukan kondisi suatu bank. Apabila suatu bank mengalami permasalahan pada salah satu faktor tersebut (apalagi apabila suatu bank mengalami permasalahan yang menyangkut lebih dari satu faktor tersebut), maka bank tersebut akan mengalami kesulitan.

Sebagai contoh, suatu bank yang mengalami masalah likuiditas (meskipun bank tersebut modalnya cukup, selalu untung, dikelola dengan baik, kualitas aktiva produktifnya baik) maka apabila permasalahan tersebut tidak segera dapat diatasi maka dapat dipastikan bank tersebut akan menjadi tidak sehat. Pada waktu terjadi krisis perbankan di Indonesia sebetulnya tidak semua bank dalam kondisi tidak sehat, tetapi karena terjadi rush dan mengalami kesulitan likuiditas, maka sejumlah bank yang sebenarnya sehat menjadi tidak sehat.

Meskipun secara umum faktor CAMEL relevan dipergunakan untuk semua bank, tetapi bobot masing-masing faktor akan berbeda untuk masing-masing jenis bank. Dengan dasar ini, maka penggunaan factor CAMEL dalam penilaian tingkat kesehatan dibedakan antara bank umum dan BPR. Bobot masing-masing faktor CAMEL untuk bank umum dan BPR ditetapkan sebagai berikut :
Perbedaan penilaian tingkat kesehatan antara bank umum dan BPR hanya pada bobot masing-masing faktor CAMEL. Pelaksanaan penilaian selanjutnya dilakukan sama tanpa ada pembedaan antara bank umum dan BPR. Dalam uraian berikut, yang dimaksud dengan penilaian bank adalah penilaian bank umum dan BPR.

Dalam melakukan penilaian atas tingkat kesehatan bank pada dasarnya dilakukan dengan pendekatan kualitatif atas berbagai faktor yang berpengaruh terhadap kondisi dan perkembangan suatu bank. Pendekatan tersebut dilakukan dengan menilai faktor-faktor permodalan, kualitas aktiva produktif, manajemen, rentabilitas dan likuiditas.

Pada tahap awal penilaian tingkat kesehatan suatu bank dilakukan dengan melakukan kuantifikasi atas komponen dari masing-masing factor tersebut. Faktor dan komponen tersebut selanjutnya diberi suatu bobot sesuai dengan besarnya pengaruh terhadap kesehatan suatu bank.

Selanjutnya, penilaian faktor dan komponen dilakukan dengan system kredit yang dinyatakan dalam nilai kredit antara 0 sampai 100. Hasil penilaian atas dasar bobot dan nilai kredit selanjutnya dikurangi dengan nilai kredit atas pelaksanaan ketentuan-ketentuan yang lain yang sanksinya dikaitkan dengan tingkat kesehatan bank.

Berdasarkan kuantifikasi atas komponen-komponen sebagaimana diuraikan di atas, selanjutnya masih dievaluasi lagi dengan memperhatikan informasi dan aspek-aspek lain yang secara materiil dapat berpengaruh terhadap perkembangan masing-masing faktor. Pada akhirnya, akan diperoleh suatu angka yang dapat menentukan predikat tingkat kesehatan bank, yaitu Sehat, Cukup Sehat, Kurang Sehat dan Tidak Sehat.

Berikut ini penjelasan metode CAMEL :

1. Capital

Kekurangan modal merupakan gejala umum yang dialami bank-bank di negara-negara berkembang. Kekurangan modal tersebut dapat bersumber dari dua hal, yang pertama adalah karena modal yang jumlahnya kecil, yang kedua adalah kualitas modalnya yang buruk. Dengan demikian, pengawas bank harus yakin bahwa bank harus mempunyai modal yang cukup, baik jumlah maupun kualitasnya. Selain itu, para pemegang saham maupun pengurus bank harus benar-benar bertanggung jawab atas modal yang sudah ditanamkan.

Berapa modal yang cukup tersebut? Pada saat ini persyaratan untuk mendirikan bank baru memerlukan modal disetor sebesar Rp. 3 trilyun. Namun bank-bank yang saat ketentuan tersebut diberlakukan sudah berdiri jumlah modalnya mungkin kurang dari jumlah tersebut. Pengertian kecukupan modal tersebut tidak hanya dihitung dari jumlah nominalnya, tetapi juga dari rasio kecukupan modal, atau yang sering disebut sebagai Capital Adequacy Ratio (CAR). Rasio tersebut merupakan perbandingan antara jumlah modal dengan aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR). Pada saat ini sesuai dengan ketentuan yang berlaku, CAR suatu bank sekurang-kurangnya sebesar 8%.

2. Assets Quality

Dalam kondisi normal sebagian besar aktiva suatu bank terdiri dari kredit dan aktiva lain yang dapat menghasilkan atau menjadi sumber pendapatan bagi bank, sehingga jenis aktiva tersebut sering disebut sebagai aktiva produktif. Dengan kata lain, aktiva produktif adalah penanaman dana Bank baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam bentuk pembiayaan, piutang, surat berharga, penempatan, penyertaan modal, penyertaan modal sementara, komitmen dan kontijensi pada transaksi rekening administratif. Di dalam menganalisis suatu bank pada umumnya perhatian difokuskan pada kecukupan modal bank karena masalah solvensi memang penting. Namun demikian, menganalisis kualitas aktiva produktif secara cermat tidaklah kalah pentingnya. Kualitas aktiva produktif bank yang sangat jelek secara implisit akan menghapus modal bank. Walaupun secara riil bank memiliki modal yang cukup besar, apabila kualitas aktiva produktifnya sangat buruk dapat saja kondisi modalnya menjadi buruk pula. Hal ini antara lain terkait dengan berbagai permasalahan seperti pembentukan cadangan, penilaian asset, pemberian pinjaman kepada pihak terkait, dan sebagainya. Penilaian terhadap kualitas aktiva produktif di dalam ketentuan perbankan di Indonesia didasarkan pada dua rasio yaitu:

1) Rasio Aktiva Produktif Diklasifikasikan terhadap Aktiva

Produktif (KAP 1). Aktiva Produktif Diklasifikasikan menjadi Lancar, Kurang
3. Management

Manajemen atau pengelolaan suatu bank akan menentukan sehat tidaknya suatu bank. Mengingat hal tersebut, maka pengelolaan suatu manajemen sebuah bank mendapatkan perhatian yang besar dalam penilaian tingkat kesehatan suatu bank diharapkan dapat menciptakan dan memelihara kesehatannya.

Penilaian faktor manajemen dalam penilaian tingkat kesehatan bank umum dilakukan dengan melakukan evaluasi terhadap pengelolaan terhadap bank yang bersangkutan. Penilaian tersebut dilakukan dengan mempergunakan sekitar seratus kuesioner yang dikelompokkan dalam dua kelompok besar yaitu kelompok manajemen umum dan kuesioner manajemen risiko. Kuesioner kelompok manajemen umum selanjutnya dibagi ke dalam sub kelompok pertanyaan yang berkaitan dengan strategi, struktur, sistem, sumber daya manusia, kepemimpinan, budaya kerja. Sementara itu, untuk kuesioner manajemen risiko dibagi dalam sub kelompok yang berkaitan dengan risiko likuiditas, risiko pasar, risiko kredit, risiko operasional, risiko hukum dan risiko pemilik dan pengurus.

4. Earning

Salah satu parameter untuk mengukur tingkat kesehatan suatu bank adalah kemampuan bank untuk memperoleh keuntungan. Perlu diketahui bahwa apabila bank selalu mengalami kerugian dalam kegiatan operasinya maka tentu saja lama kelamaan kerugian tersebut akan memakan modalnya. Bank yang dalam kondisi demikian tentu saja tidak dapat dikatakan sehat.

Penilaian didasarkan kepada rentabilitas atau earning suatu bank yaitu melihat kemampuan suatu bank dalam menciptakan laba. Penilaian dalam unsur ini

Dikutip dari : Hernawa Rachmanto, “ANALISIS TINGKAT KESEHATAN BANK SYARIAH DENGAN MENGGUNAKAN METODE CAMEL”, UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA, YOGYAKARTA, 2006